Senin, 16 April 2012

pls

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu.. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons
akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan
yang terjadi antara Stimulus- Respons.



Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari
pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.



Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering
dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :



Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.



Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-
hukum belajar, diantaranya :



Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan meningkat.



Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak
diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa
efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti
dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang
Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini,
bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian
contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan
punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang
menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak
serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan
pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang

2

tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1)
sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang
proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa
asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean
changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by
the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak
agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

4.

Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5.

Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan
informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu
keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4)
penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt
adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut
Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan
dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna
dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

3.

Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang
saling memiliki.

4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama
cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana,
penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan;
dan

3

6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang
tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular”
adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku
dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa
perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan
behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk
pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan
geografis).

3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi
terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo,
pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau
binatang tertentu.

4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan
sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses
pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-
unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang
pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu
yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas
dan logis dengan proses kehidupannya.

3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat
hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya
menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada.
Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.

5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.
Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi
dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.
Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian
menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan
dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk
menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

E. Ausubel : Teori Belajar Bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang
bermakna.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada

4

di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk
siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut
Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru
dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada
dalam struktur kognisi siswa.

Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance
organizer, Progressive differensial, integrative reconciliation, dan consolidation.

F. Teori Belajar MENURUT PRIBADI MUNGKIN

Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara
guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori
belajar ini tidak-lah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang
dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat kecerdasan siswa. Semua unsure
ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku
dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.

Teori belajar aktif Dave Meier

Belakangan ini ada sebuah teori belajar aktif yang dinamakan teori holistik. Dave Meier dalam bukunya The Accelerated
Learning Handbook (Kaifa, 2002), mengemukakan bahwa konsep guru mengenai siapa manusia yang diajarinya (murid)
menentukan sekali terhadap kegiatan belajar yang direncanakan dan dikelolanya. Meier mengkritik kecenderungan pendidikan
di Barat yang memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan dalam kegiatan
belajar. Pembelajaran sangat kaku. Selain itu pembelajaran individual amat ditekankan. Cara berpikir ilmiah pun sangat
diutamakan. Peranan media cetak dalam belajar seperti buku sumber utama sangat ditekankan.

Dari penelitiannya, Dave Meier berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh atau somatis (S),
pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan pemikiran atau intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia
mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI – somatis, auditori, visual dan intelektual. Dengan pemahaman ini
beliau mengajukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar, yakni:

1 – Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran

2 – Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.

3 – Kerjasama membantu proses belajar.

4 – Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.

5 – Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.

6 – Emosi positif sangat membantu pembelajaran.

7 – Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

Sekarang, marilah kita simak pokok-pokok pikiran Meier, bagaimana prinsip kegiatan belajar berdasarkan prinsip SAVI itu.

Pertama, belajar somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Apa sajakah yang dapat dilakukan? Jawabnya ialah:

* Membuat model dalam suatu proses.

* Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem

* Menciptakan bagan, diagram, piktogram.

5

* Memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep.

* Mendapatkan pengalaman, lalu membicarakannya dan merefleksikannya.

* Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik.

* Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar, dan lain-lain)

* Melakukan tinjauan lapangan. Lalu menuliskan, menggembar dan membicarakan apa yang dipelajari.

* Mewawancarai orang di luar kelas.

* Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh kelas.

Kedua, belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Apa saja yang dilakukan dalam kegiatan?

* Membaca keras dari bahan sumber.

* Membaca paragraf dan memberikan maknanya.

* Membuat rekaman suara sendiri.

* Menceritakan buku yang dibaca.

* Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkannya.

* Meminta pelajar memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang dilakukan.

* Bersama-sama membaca puisi, menyanyi.

Ketiga, belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Apa sajakah kegiatan dalam pendekatan ini?

* Mengamati gambar dan memaknainya.

* Memperhatikan grafik atau membuatnya

* Melihat benda tiga dimensi.

* Menonton video, film.

* Kreasi piktogram

* Pengamatan lapangan

* Dekorasi warna-warni

Keempat, belajar intelektual (I), kegiatan mencipta, merenungkan, memaknai, memecahkan masalah. Ada sejumlah kegiatan
terkait dengan pendekatan ini, antara lain:

* Pemecahan masalah

* Menganalisis pengalaman, kasus

* Mengerjakan rencana strategis

* Melahirkan gagasan kreatif

* Mencari dan menjaring informasi

6

* Merumuskan pertanyaan

* Menciptakan model mental

* Menerapkan gagasan bagus pada pekerjaan.

* Menciptakan makna pribadi Meramalkan implikasi suatu gagasan.

ROESEFFENDI

Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah berisi uraian tentang apa yang terjadi dan
apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda
menurut teori belajar yang dianut seseorang. Menurut pandangan yang tradisional atau pendapat lama, bahwa belajar adalah
menambah atau mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Peserta didik diibaratkan sebagai botol kosong yang siap diisi hingga
penuh dengan berbagai pengetahuan. Selain itu, peserta didik diberikan bermacam-macam materi pelajaran dalam rangka
memperoleh pengetahuan baru atau menambah pengetahuan yang telah dimilikinya (Sihotang, 1997). Pendapat yang lebih
modern menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan
tersebut dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku sebelumnya. Selain itu,
perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru (Gledler,
1986) Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang, sehingga terjadi
perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah laku tersebut bergantung kepada pengalaman seseorang.

Teori Belajar Piaget dan Pandangan Konstruktivisme

Teori belajar atau teori perkembangan mental Piaget biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Teori belajar yang dikemukakan oleh Piaget tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar,
yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual tersebut
dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Misalnya pada tahap sensori motor anak berpikir
melalui gerak atau perbuatan (Ruseffendi, 1988). Dalam kaitannya dengan teori belajar konstruktivisme, Piaget yang dikenal
sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989) menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak. Selanjutnya,
timbul pertanyaan bagaimanakah cara anak membangun pengetahuan tersebut? Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa
pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, akan tetapi melalui tindakan. Perkembangan kognitif anak bahkan
bergantung kepada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap
lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi (Nur, 1998; Poedjiadi, 1999). Asimilasi adalah penyerapan
informasi baru dalam pikiran. Sementara akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga dengan demikian informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988). Akomodasi dapat juga diartikan
sebagai proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema
yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut (Suparno, 1996).Pandangan dari kalangan konstruktivistik
yang lebih mutakhir, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam
pikiran seseorang dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Dalam hal ini, belajar
merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan
sekedar tersusun secara hirarkis. Belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki seseorang (Hudoyo, 1998). Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor extern atau lingkungan
sehingga melahirkan suatu perubahan tingkah laku (Hamzah, 2003).Berbeda dengan konstruktivisme kognitif ala Piaget,
konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky menekankan bahwa, belajar dilakukan dengan interaksi terhadap
lingkungan sosial maupun fisik seseorang.

Teori Belajar Jerome S. Bruner

Seperti kita ketahui bahwa Bruner yang terkenal dengan pendekatan penemuannya, membagi perkembangan intelektual anak
dalam tiga kategori, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik (Ruseffendi, 1988). Penjelasan lain, (Dahar, 1989) mengemukakan
bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi
informasi dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Bruner mengemukakan 4 dalil yang penting dalam pembelajaran
matematika. Keempat dalil tersebut adalah: (1) dalil penyusunan (construction theorem), (2) dalil notasi (notation theorem),
(3) dalil pengkontrasan dan keaneka ragaman (contrast and variation theorem) dan (4) dalil pengaitan (connectivity theorem).
Namun demikian, di antara dalil-dalil yang paling erat kaitannya dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan
pengajuan masalah adalah dalil penyusunan dan dalil pengaitan (Ruseffendi, 1988).

Dalil Penyusunan

7

Konsep dalam matematika akan lebih bermakna jika siswa mempelajarinya melalui penyusunan representasi obyek yang
dimaksud dan dilakukan secara langsung. Misalnya, jika seorang guru menjelaskan arti 9 (sembilan), maka seyogianya guru
meminta siswa untuk menyajikan sebuah himpunan yang jumlah anggotanya sembilan. Bahkan akan lebih baik jika pada
kelas-kelas rendah sekolah dasar, guru terlebih dahulu meminta siswa untuk mengambil sendiri sembarang sembilan benda
kongkrit yang disenangi siswa. Misalnya, siswa mengambil sembilan buku atau pinsil.Selanjutnya untuk menunjukkan
representasi 4 + 3, guru menuntun siswa untuk melakukan dua langkah penyusunan yang terurut. Pertama siswa mengambil
empat obyek atau benda konkrit. Sesudah itu, siswa mengambil lagi tiga obyek yang kedua lalu menyusunnya pada garis
bilangan. Istilah lain dari cara belajar seperti di atas adalah pengembangan kategori atau pengembangan sistem pengkodean
(coding), di mana sasarannya adalah mengubah kategori atau model tertentu. Hal ini terjadi dengan cara mengubah kategori
atau menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cara baru atau dengan menambah kategori baru (Dahar, 1989).Dari
beberapa pandangan tentang dalil penyusunan Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa siswa hendaknya belajar melalui
partisipasi aktif dalam memahami konsep, prinsip, aturan dan teori. Hal ini dapat diperoleh melalui pengalaman dalam
melakukan eksperimen atau percobaan yang memungkinkan siswa untuk memahami konsep, prinsip, aturan dan teori itu
sendiri. Pada akhirnya Bruner menunjukkan beberapa keutamaan tentang pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan.
Keutamaan pertama adalah pengetahuan bertahan lama dan lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang
diperoleh dengan cara lain. Selain itu, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar
lainnya. Dengan kata lain konsep atau prinsip yang menjadi milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi
baru. Secara menyeluruh, belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan siswa untuk berpikir secara bebas
(Dahar, 1989). Akibat dari keunggulan belajar penemuan yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa teori belajar
penemuan dapat membantu siswa dalam mempercepat proses keingintahuan suatu konsep atau prinsip tertentu

Dalil Pengaitan

Materi dalam pelajaran matematika dikenal dengan hirarki yang sangat ketat. Suatu topik akan menjadi sulit dipahami oleh
siswa manakala belum menguasai materi prasarat yang dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kaitan antara satu konsep dengan
konsep yang lain, satu dalil dengan dalil yang lain, satu topik dengan topik yang lain dan satu teori dengan teori yang lain
sangat erat. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa siswa harus diberi kesempatan sebanyak-banyaknya dalam melihat atau
mengkaji kaitan antara suatu topik dengan topik yang lain atau satu konsep dengan konsep yang lain, yang dipelajarinya.
Perhatikan contoh berikut yang mengkaji kaitan antar hirarki dan konsep dalam pembelajaran topik fungsi linier. Pada tingkat
sekolah dasar topik ini diperkenalkan melalui lambang yang sederhana yang anak-anak sudah kenal, yaitu misalnya
= 5Ο +
3. Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), pembelajaran topik ini, bukan lagi dengan simbol seperti di atas, akan
tetapi sudah dapat diajarkan dengan bentuk y = 5x + 3, di mana x ∈ {…, -3, -2, -1, 0, , 2, 3, …}. Sedangkan pada tingkat
Sekolah Lanjutan Atas (SLTA), topik tersebut ditulis atau diajarkan dalam bentuk f(x) = 5x + 3, x adalah bilangan nyata (real).
Untuk mengajarkannya pada tingkat Perguruan Tinggi (PT), tentu lebih mendalam lagi, yaitu menggunakan istilah daerah
definisi dan daerah hasil fungsi yang ditulis dalam bentuk simbol yang lebih abstrak dan universal, yaitu f (x) = 5x + 3, x ∈
R.Dalil pengaitan yang dikemukakan oleh Bruner erat kaitannya dengan apa disebut mathematical connection dalam
curriculum and evaluation standard for school mathematics. Di dalam kurikulum tersebut, ditekankan kepada siswa agar
mampu mengkaji dan menerapkan kaitan antara topik-topik matematika dan aplikasinya. Implikasi dari pernyataan tersebut
adalah agar siswa dapat: (1) memahami representasi keekivalenan konsep yang sama, (2) menghubungkan prosedur satu
representasi ke representasi yang ekivalen, (3) menggunakan dan menghargai kaitan antara topik matematika, dan (4)
menggunakan dan menghargai kaitan matematika dengan disiplin lain (NCTM, 1989).Kaitan antara teori belajar Bruner
dengan pendekatan pengajuan masalah matematika dapat dilakukan dengan cara melibatkan siswa secara aktif untuk
mengkonstruksi dan mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan matematika sesuai dengan situasi yang diberikan. Misalnya,
siswa menyusun dan mengaitkan ide-ide yang disediakan dengan skemata yang dimiliki oleh siswa.Pengajuan masalah dapat
dilakukan oleh siswa baik secara individu, berpasangan atau berkelompok. Ketiga cara tersebut dapat menjadi penghubung
antara topik yang diajarkan oleh guru dengan skemata yang dimiliki oleh siswa. Selain itu, menurut Silver dan Cai (1996)
bahwa hubungan tersebut penting artinya dalam meningkatkan kemampuan siswa mengajukan dan memecahkan masalah.

Teori Belajar Robert M. Gane

Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan: (1)
isyarat (signal), (2) stimulus respons, (3) rangkaian gerak (motor chaining), (4) rangkaian verbal (verbal chaining), (5)
memperbedakan (discrimination learning), (6) pembentukan konsep (concept formation), (7) pembentukan aturan (principle
formation) dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Ruseffendi, 1988). Terdapat 2 di antara 8 tipe belajar yang
dikemukakan oleh Gagne yang erat kaitannya dengan pendekatan pengajuan masalah matematika, yaitu: (1) rangkaian verbal
(verbal chaining) dan (2) pemecahan masalah (problem solving).

Rangkaian verbal (verbal chaining)

Rangkaian verbal dalam pembelajaran matematika dapat berarti mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep,
simbol, definisi, aksioma, lemma atau teorema, dalil atau rumus. Sedangkan pengertian rangkaian verbal itu sendiri
menurut Ruseffendi (1988) adalah perbuatan lisan terurut dari dua rangkaian kegiatan atau lebih stimulus respons. Dengan
memperhatikan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa tipe belajar rangkaian verbal dapat mengantarkan siswa dalam
mengaitkan antara skemata yang telah dimiliki siswa dengan unsur-unsur dalam matematika yang akan dipelajarinya.

8

Pemecahan Masalah (Problem solving)

Pengajuan masalah merupakan langkah kelima setelah empat langkah Polya dalam pemecahan masalah matematika
(Gonzales, 1996). Berkaitan dengan pandangan ini, Brown dan Walter (1993) menjelaskan bahwa dengan melihat tahap-
tahap kegiatan antara pengajuan dan pemecahan masalah, maka pada dasarnya pembelajaran dengan pengajuan masalah
matematika merupakan pengembangan dari pembelajaran dengan pemecahan masalah matematika. Dukungan lain mengenai
keeratan hubungan antara kedua pendekatan yang dimaksud di atas adalah tuntutan kemampuan siswa untuk memahami
masalah, merencanakan dan menjalankan strategi penyelesaian masalah. Ketiga langkah tersebut juga merupakan langkah-
langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan pengajuan masalah matematika (Silver et al., 1996). Selain itu, Cars (dalam
Sutawidjaja, 1998) menegaskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah matematika, maka
salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membiasakan siswa mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan
matematika sesuai dengan situasi yang diberikan oleh guru

8

Kamis, 29 September 2011

buatmu

hidupku tak selalu sama dengan apa yang aku inginkan....aku mengerti hidup ini memang seperti roda....
tapi apakah aku harus selalu seperti ini..kapan kepercayaan itu kamu berikan padaku..tinggal beberapa step lagi aku akan merasakan hidup bahagia ini tetapi kamu hanya menyia-nyiakan semuanya...
kamu hanya membuat hidupku tak karuan saat ini,,padahal hanya hal bodoh yang selalu kamu pikirkan, pernahkah kamu memikirkan keadaanku.? aku muali kalah dalam keadaanku sendiri, kamu hampir tak tau dan tak bisa membedakan mana ketulusan dan mana kebohongan.
adakah rasa terimakasih itu.?
aku menunggu hal itu bisa terucap dari mulut manismu, aku sakit ketika kamu selalu bicarakan hal yang tak mau ku dengar, masa bodo lah dengan teman-teman mu, aku hanya ingin kamu melihat aku ada di sampingmu sekarang ini.
yah...walaupun aku sendiri sadar diri apa sih yang aku kasih sama kamu...!! bukan harta benda yang selalu diharapkan setiap wanita di dalam hidupnya..aku jiga mengerti keinginan kamu itu apa..tapi kamu juga mestinya pikirkan keadaanku juga..jangan ngandelin ego sendiri..kita itu saling melengkapi bukan untuk saliang menjatuhkan..kalau memang tak ada cinta di hati kamu ya sudahlah aku terima tapi tolong jangan sakiti perasaanku..aku sudah bosan dengan kebohongan dari mulut wanita..aku tak mencari pembohong tetapi aku cari orang yang benar-benar jujur, ikhlas menerimaku apa adanya.. bukan karena sesuatu,,
kedewasaan kita sudah mulai pudar karena masalah sepele apa kamu tau itu...?
aku hidup hanya di kelilingi orang yang hidup apa adanya,, aku bukan turunan orang berpunya,, syukur-syukur pendidikan ku tak terhenti di tengah jalan, walau memanga aku sendiripun sedikit ragu tapi biarlah aku mengertikan keadaanku sendiri..
aku hanya berharap ada orang yang aku sayangi benar-benar menyayangiku dengan tulus..
untuk mu orang yang sangat aku sayangi ini tuh hanya sebuah kesalahpahaman antara aku, kamu dan dia...
aku tak mau membalik semua ucapanmu karena aku juga merasabutuh orang lain untuk mencurahkan semua isi hatiku terutama pada masa-masa seperti ini...
ngertilah sedikit...

Selasa, 27 September 2011

tanah air ku

negriku....negriku....
merdeka...????
aku tak percaya...
hanya orang-orang yang banyak dut,,orang-rag yang berpangkat yang merdeka di tanah tercinta ini...
bukankah negaraku ini sudah mulai terliahat perkembangannya...!!!!!!!!!!!!!!
mana...?
hanya omong kosong belaka..tak ada sedikitpun terliaha bahwa negara ini mulai berkembang,,yang ada hanya negara yang muali tertinggal, negara yang iningin mengikuti perkembangan jaman tetapi buakan saatnya...
penguasa di tanah air ini hanya mementingkan perutnya sendiri tanpa memikirkn saudar mereka yang sesama umat manusia tetapi masih kelaparn...
adakah dari mereka yang peduli....?
sama sekali tidak....PEMBODOHAN...
negri kaya tetapi tak ada hasil yang terlihat...
negri luas tetapi selalu kalah dengan luasnya KORUPSI di tanah ini.....jayalah indonesiaku hanyalah celotehan orang-orang yang memimpin negara ini tetapi tak ada pemimpin yang mengutamakan rakyat daripada perutnya sendiri..
bukan kah negriku ini mayoritas islam...bahkan pemimpin negriku ini banyak yang menganut agama islam...tetapi kenapa mereka tek pernah menonjolkan keislamannya kepada dunia...????
apakah meeka malu...???
gengsi...???
atau ada sebab lain yang mereka tak memperdulikan aturan-aturan yang berlaku di dalam islam...
bukankah rosulullah SAW mengajarkan bahwa pemimpin haruslah mendahulikan bawahan....??
bahkan sayidina Umar Bin Khatab sewaktu menjadi Khalifah (setingkat presiden) hanya tidut beralaskan tanah dan beratapkan langit...!! dan hanya mempunyai 2 jubah dan yang satunya agi itu kepunyaan anaknya...???
beliau rela kelaparan asalkan rakyatnya sejahtera...???
bahkan tak ada anaknya yang terlihat elegan dengan bergelimang harta...
berbeda dengan pemerintahan di negriku ini..pejabat-pejabatnya kaya dengan harta yang mereka tak kan habis-habisnya...
memang benar harta mereka di kumpulakn dengan hasil keringat mereka...tetapi apakah pantas negara ini tertinggal dan selalu jadi perbincangan dunia hanya karena KESERAKAHAN....???
fasilitas umum yang sudah tidak layak pakai kini di mana-mana....kemiskinan merajalela...dan kebodohan selalu menghantui negriku yang tercinta ini...???
jagung 3 biji dengan uang ratusan triliyun apakah harganya sepadan...???
jelas tidak...tetapi hukuman yang diberikan hampir sama...
apakah itu yang dinamakan keadilan...????
BOHONG...
PENDUSTA...
tak ada keadilan sama sekali.....
wakil rakrat...???
menurutku tak ada....hanya tong kosong yang ada...
kampanye kalian sangat indah dan tegas tapi sebagai man tongkosong apa bila di pukul akan nyaring bunyinya,,,kalian hanya membohongi....buakan kejujuran yang bicara melainkan DUIT yang bicara...
bukan keadailan yang mengatur negara ini melainkan DUIT....
kapan negri ku ini akan bangkit dan berangsur-angsur membaik dengan menyandang nama baik dimata dunia...??
bukan negara korupsi,,kriminal bahkan anarkis...
kalian buakan di bayar untuk berdiri tegap..bukan di bayar untuk kampanye...dan bukan di bayar untuk berbohong....
lindungi kami sejahterakan saudara kalian....
pancasila sudah tak berlaku lagi saat ini...
undang-undang di buat hanya untuk orang menengah kebawah...bukan untuk pejabat negara...
padahal kalian juga hidup di negara ini.....
knapa KORUPTOR anjink itu tak langsung di potong tangannya...atau tidak di gantung sekalian...malah di sejah terakan dan di perbanyak.....

KAMI ATAU KALIAN YANG BODOH....?????

Rabu, 08 Juni 2011

ga ngaruh


Didalam jurang keraguan ku
Aku tersungkur..
Di tepi mimpiku aku membutuhkanmu
Kau selalu menghapiri kesendirianku
Menyentuhku dengan rayuan getir itu
Seakan memaksaku memahamimu
Yang sebenarnya aku tidak tau siapa kamu

Kau selalu menghampiriku
Saat nyayian pilu itu melilit dan memotong urat nadiku
Dalam dinding hatiku
Aku coba untuk melukiskan wajahmu
Tapi keterpurukanku begitu saja menghapusmu
Membuatku tak pernah tau siapa kamu

Kau berlalu begitu cepat
Terbang brsama kecemburuan yang kau tanamkan
Aku tak tau mengapa?

Kubayangkan tak kan pernah habis
Walau pun sang waktu akan berhenti saat ini
Walau aku akan jatuh dan terjebak didasar cakrawala
Kau hanya datang dan pergi member kekacauan dihidupku

Minggu, 22 Mei 2011


(1) faktor doank    

  Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya

Terjadinya sebuah perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapat faktor yang mendorong sehingga mendukung perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak berjalan sesuai yang diharapkan.

 Faktor pendorong perubahan
Faktor pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu:

1. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.
Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.

2. Sistem pendidikan formal yang maju.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah perubahan atau tidak.

3. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.
Sebuah hasil karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Orang yang berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri.

4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu, toleransi dapat diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang kreatif.

5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
Open stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Hal ini membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
6. Penduduk yang heterogen.

Masyarakat heterogen dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan demikian merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam masyarakat untuk mencapai keselarasan sosial.

7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
Rasa tidak puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan revolusi untuk mengubahnya.

8. Orientasi ke masa depan
Kondisi yang senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesusikan dengan perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan akan membuat masyarakat selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

9. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.
Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Usaha-usaha ini merupakan faktor terjadinya perubahan. 



(2) makalahna...


 
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah banyak pengalaman yang diperoleh bangsa kita tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam negara Republik Indonesia, pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan nasional.


Apabila diperhatikan dengan seksama, setiap individu dan lingkungan tempat tinggalnya, termasuk masyarakatnya, pastilah mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi di masyarakat itu disebut perubahan sosial. Perubahan tersebut meliputi norma sosial, interaksi sosial, pola perilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan masyarakat serta susunan kekuasaan dan wewenang. Perubahan sosial tidak terlepas dari perubahan kebudayaan. Dapatkah anda jelaskan mengapa demikian?


Dalam makalah ini yang sangat ringkas ini, penulis berkeinginan memaparkan pengertian perubahan sosial dan kebudayaan beserta aspek-aspeknya. Mungkin kiranya makalah ini bermanfaat bagi diri penulis sendiri pada khususnya dan bagi teman-teman sekalian pada umunya.


Perjalanan panjang Negara enam dasawarsa kemerdekaan Indonesia telah memberikan banyak pengalaman kepada warganegara tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Nation and character building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional belum dilandasi oleh suatu strategi budaya yang nyata (padahal ini merupakan konsekuensi dari dicetuskannya Proklamasi Kemerdekaan sebagai “de hoogste politieke beslissing” dan diterimanya Pancasila sebagai dasar Negara dan UUD 1945 sebagai dasar Negara)

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Teori-teori dalam Perubahan Sosial dan Kebudayaan.

Perubahan sosial dan kebudayaan adalah bentuk perubahan yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut perubahan tentang norma sosial, interaksi sosial, pola prilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan masyarakat, susunan kekuasaan, dan wewenang.


Menurut teori siklus perubahan sosial dan kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak dapat direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tertentu. Akan tetapi, berputar menurut pola melingkar. Dengan demikian, perubahan sosial dan kebudayaan merupakan bentuk perubahan yang selalu berulang, apa yang terjadi sekarang memiliki kemiripan dengan yang terjadi dimasa lampau, jadi menurut teori siklus tidak ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas-batas antara pola hidup primitive, tradisional, dan modern tidak jelas.


Menurut teori linier adalah suatu perkembangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial dan kebudayaan bersifat linier atau berkembang menuju ke suatu titik tujuan tertentu. Dan perubahan sosial dan kebudayaan dapat direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tujuan tertentu.

Teori linier dibedakan menjadi 2 bagian:


Teori Revolusi, yaitu perubahan sosial dak kebudayaan yang berlangsung secara drastis. Menurut Marx, masyarakat berkembang secara linier, dan bersifat revolusioner. Masyarakat semula bercorak feudal lalu berubah secara revolusioner menjadi masyarakat kapitalis kemudian berubah menjadi masyarakat sosial-komunis yang merupakan puncak perkembangan masyarakat.


Teori Evolusi, yakni perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan lambat dalam jangka waktu lama. Perubahan sosial dan kebudayaan dari masyarakat primitive, tradisional, dan bersahaja menuju ke bentuk masyarakat modern yang kompleks dan maju berlangsung secara bertahap.


Definisi lain menurut Selo Soemardjan perubahan sosial dan kebudayaan adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, perubahan-perubahan mana kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.


Menurut pendapat para sosiolog yang lain bahwa perubahan sosial dan kebudayaan terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian ada pula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial bersifat periodik dan non-periodik. Pokoknya, pendapat-pendapat tersebut pada umumnya menyatakan bahwa perubahan merupakan lingkaran kejadian-kejadian. Pitirim A. Sorokin berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan bahwa ada suatu kecenderungan tertentu dan tetap dalam perubahan-perubahan sosial, tidak akan berhasil baik. Dia meragukan kebenaran akan adanya lingkaran-lingkaran perubahan sosial dan kebudayaan tersebut. Akan tetapi perubahan-perubahan tetap ada, dan yang paling penting adalah bahwa lingkaran terjadinya gejala-gejala sosial harus dipelajari, karena dengan jalan tersebut barulah akan dapat diperoleh suatu generalisasi.


2. Hubungan Antara Perubahan Sosial dan Kebudayaan


Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat seiring mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. Perbedaan demikian tergantung dari adanya perbedaan pengertian tentang masyarakat dan kebudayaan. Apabila perbedaan pengertian tersebut dapat dinyatakan dengan tegas, maka dengan sendirinya perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan dapat dijelaskan.


Sudah barang tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang dapt dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan-perubahan dalam kebudayaan tidak perlu mempengaruhi system sosial. Seorang sosiolog akan lebih memperhatikan perubahan kebudayaan yang bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial, serta mempengaruhinya. Pendapat tersebut dapat dikembalikan pada pengertian sosiolog tersebut tentang masyarakat dan kebudayaan


Sebenarnya didalam kehidupan sehari-hari, sering kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan kebudayaan. Karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Sehingga, walaupun secara toeretis dan analitis pemisahan antara pengertian-pengertian tersebut dapat dirumuskan, namun didalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Yang jelas perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama yaitu kedua-duanya bersangkut-paut dengan sutu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara sutu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.


Penjelasan ini lebih menegaskan lagi akan tetapi kesukaran kita meletakkan garis pemisah antara perubahan sosial dan kebudayaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga, perkawinan, hak milik, perguruan tinggi atau Negara tak akan mengalami perubahan apapun bila tidak didahului oleh perubahan fundamental didalam kebudayaan. Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu tidak mungkin berhenti pada satu titik, karena perubahan di bidang lain akan segera mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya jalin-berjalin.


3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan


Untuk mempelajari perubahan masyarakat, perlu kita ketahui sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Mungkin saja karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama itu,. Mungkin sajamasyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut mungkin sumbernya ada yang terletak didalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya diluar. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sediri, antara lain adalah:


1. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk. Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulau jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau ke daerah-daerah lain (misalnya Transmigrasi). Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah berlangsung beratus-ratus ribu tahun lamanya didunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk bumi ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencaharian utamanya berburu, perpindahan sering kali dilakukan, hal mana tergantung dari persediaan hewan-hewan buruannya. Apabila hewan-hewan tersebut habis, maka mereka akan berpindah ketempat-tempat lainnya.


2. Penemuan-penemuan Baru. Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian Discovery dan Invention. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat, ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discovery baru menjadi Invention kala masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu, dan seringkali proses dari Discovery sampai ke Invention membutuhkan suatu rangkaian pencipta-pencipta.


3. Pertentangan (conflict) Masyarakat. Mungkinpula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok. Pertentangan kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan-pertentangan demikian itu kerap kaliterjadi, apalagi pada masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih mudah menerima unsur-unsur kebudayaan asing (misalnya kebudayaan barat) yang dalam beberapa hal mempunyai taraf yang lebih tinggi. Keadaan demikian menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara pria dan wanita, atau kedudukan mereka yang kian sederajat di dalam masyarakat dan lain-lainnya.


4. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi. Revolusi yang meletus pada Oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar Negara Rusia yang mula-mula mempunyai bentuk kerajaan absolute berubah menjadi diktator proletariat yang dilandasan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk Negara sampai keluarga batih mengalami perubahan-perubahan yang mendasar.

Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Antara lain:Peperangan

a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia.

b. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat lain


4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses Perubahan


1. Faktor-faktor yang Mendorong jalannya proses perubahan

a. Kontak dengan Kebudayaan lain

b. Sistem Pendidikan Formal yang Maju

c. Sikap Menghargai hasi karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju

d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (devetion)

e. Sitem Terbuka lapisan Masyarakat (open stratification)

f. Penduduk yang heterogen

g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu

h. Orientasi ke masa depan

i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya


2. Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya perubahan

a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat

c. Sikap masyarakat yang sangat tradisional

d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat

e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan

f. Prasangka terhadap hal-hal baru asing atau sikap yang tertutup

g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis

h. Adat atau kebiasaan

i. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki


BAB IV

KESIMPULAN


Perubahan sosial dan kebudayaan adalah bentu perubahan yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut perubahan tentang norma sosial, nilai sosial, interaksi sosial, pola prilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan masyarakat, susunan kekuasaan, dan wewenang.


Teori perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibagi 2 bagian:

a. Teori Siklus

b. Teori Linier

Menurut teori siklus Perubahan sosial dan kebudayaan adalah sesuatu yang tidak dapat direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tertentu. Akan tetapi, berputar menurut pola melingkar.


Menurut teori linier perubahan sosial dan kebudayaan bersifat linier atau berkembang menuju ke suatu titik tujuan tertentu.

Teori revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara drstis

Teori evolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung sangat lambat dalam jangka waktu yang lama.


Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan

a. Bertambah atau berkurangnya penduduk

b. Penemuan-penemuan baru

c. Pertentangan (conflict) masyarakat

d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi


Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Antara lain:

1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia

2. Peperangan

3. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat lain


(3)makalahna deui...II


BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
William F. Ogburn dalam Moore (2002), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
Untuk mempelajari perubahan pada masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Menurut Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu masyarakat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor penyebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat adalah lingkungan fisik sekitar, peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana perubahan sosial terjadi dan dampak apa yang ditimbulkan dalam dalam masyarakat akibat perubahan social tersebut.

C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perubahan sosial terjadi dan dampak apa yang ditimbulkan dalam dalam masyarakat akibat perubahan sosial tersebut.


BAB  II
PEMBAHASAN

Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
Masih banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan lain yang kemudian memberikan pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen, tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan melanggar tetapi yang lambat laun menjadi norma-norma, bahkan peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang bersifat formal.
Perubahan itu dapat mengenai lingkungan hidup dalam arti lebih luas lagi, mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan, strukturstruktur, organisasi, lembaga-lembaga, lapisan-lapisan masyarakat, relasi-relasi sosial, sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga perihal kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, kemajuan teknologi dan seterusnya.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu merupakan suatu respons ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama :
1. Faktor alam
2. Faktor teknologi
3. Faktor kebudayaan
Kalau ada perubahan daripada salah satu faktor tadi, ataupun kombinasi dua diantaranya, atau bersama-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam apabila yang dimaksudkan adalah perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan perubahan sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial atau masyarakat tidak begitu kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami perubahan yang menentukan, kalaupun ada maka prosesnya itu adalah lambat. Dengan demikian masyarakat jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam. Praktis tak ada hubungan langsung antara kedua perubahan tersebut. Tetapi kalau faktor alam ini diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat nyata. Misalnya saja pertambahan penduduk yang demikian pesat, yang mengubah dan memerlukan pola relasi ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam masyarakat modern, faktor teknologi dapat mengubah sistem komunikasi ataupun relasi sosial. Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah pasti sangat menentukan dalam perubahan sosial itu.

A.    Proses Perubahan Sosial
Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses di mans ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu perubahan sosial adalah akibat komunikasi sosial.
Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap tambahan dalam urutan proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi telah invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide baru dari suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami tidak memaaukkan tahap ini karena ia tidak selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi setelah konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian dari konsekwensi.
Yang memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya perubahan sosial dapat juga terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi kontak dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen serta masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain sistem masyarakat yang tertutup, vested interest, prasangka terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan lambat, perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan teknologi baru dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari perubahan sosial antara lain meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.

B.    Penyebab Perubahan Sosial
1.     Dari Dalam Masyarakat
ü  Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk ini meliputi bukan hanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau sebaiiknya, tetapi juga bertambah dan berkurangnya penduduk
ü  Penemuan-penemuan baru (inovasi)
Adanya penemuan teknologi baru, misalnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun pisang dan biting (lidi) dapat diperdagangkan secara besar-besaran maka sekarang tidak lagi.
Suatu proses sosial perubahan yang terjadi secara besar-besaran dan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama sering disebut dengan inovasi atau innovation. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian Discovery dan Invention
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan baru baik berupa alat ataupun gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu.
Discovery baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui dan menerapkan penemuan baru itu.
ü  Pertentangan masyarakat
Pertentangan dapat terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok.
ü  Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
Pemberontakan dari para mahasiswa, menurunkan rezim Suharto pada jaman orde baru. Munculah perubahan yang sangat besar pada Negara dimana sistem pemerintahan yang militerisme berubah menjadi demokrasi pada jaman refiormasi. Sistem komunikasi antara birokrat dan rakyat menjadi berubah (menunggu apa yang dikatakan pemimpin berubah sebagai abdi masyarakat).
2.     Dari Luar Masyarakat
ü  Peperangan
Negara yang menang dalam peperangan pasti akan menanamkan nilai-nilai sosial dan kebudayaannya.
ü  Lingkungan
Terjadinya banjir, gunung meletus, gempa bumi, dll yang mengakibatkan penduduk di wilayah tersebut harus pindah ke wilayah lain. Jika wilayah baru keadaan alamnya tidak sama dengan wilayah asal mereka, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan di wilayah yang baru guna kelangsungan kehidupannya.
ü  Kebudayaan Lain
Masuknya kebudayaan Barat dalam kehidupan masyarakat di Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan.

C.    Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
1.     Faktor-faktor Pendorong
ü  Intensitas hubungan/kontak dengan kebudayaan lain
ü  Tingkat Pendidikan yang maju
ü  Sikap terbuka dari masyarakat
ü  Sikap ingin berkembang dan maju dari masyarakat
2.     Faktor-faktor Penghambat
ü  Kurangnya hubungan dengan masyarakat luar
ü  Perkembangan pendidikan yang lambat
ü  Sikap yang kuat dari masyarakat terhadap tradisi yang dimiliki
ü  Rasa takut dari masyarakat jika terjadi kegoyahan (pro kemapanan)
ü  Cenderung menolak terhadap hal-hal baru

D.    Dampak Akibat Perubahan Sosial
Arah perubahan meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.
Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut, (1) suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant, makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang membutuhkannya.
Modernisasi, menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi. Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity (modernitas), yang diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi, yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend on) ruang (tempat), waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut nilai atau value ini. Namun, pakaian model apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan lebih cenderung beraneka ragam.
Spesifikasi norma-norma dan tradisi bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah sebagai berikut, (1) ada norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula sejumlah norma atau tradisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dilakukan pencerahan, atau dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses modernisasi, (3) ada pula yang betul-betul memiliki konsistensi dan relevansi dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi masyarakat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu bahwa masyarakat atau orang yang tergolong modern (maju) adalah mereka yang terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep modernisasi digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan masyarakat yang bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial tertentu.
Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global pada saat kini dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan kehidupan manusia, suatu masyarakat tertentu (misalnya masyarakat Indonesia) tidaklah sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongan semata, tetapi diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah, (1) nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan dengan cermat mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini, memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing, namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit daripada mengembangkan iptek baru, (3) nilai budaya atau sikap mental yang siap menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi status sosial, karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang bernuansa gengsi pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya bisa didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland (Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai budaya atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang mampu meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Tanpa harus suatu masyarakat berubah seperti orang Barat, dan tanpa harus bergaya hidup seperti orang Barat, namun unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya untuk ditiru, diambil alih, diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini telah dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap mental yang telah ditampilkan telah dimiliki oleh suatu masyarakat tersebut. Khusus untuk masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, dan kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia seperti India dan Cina, yang diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, seperti Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak membuktikan bahwa orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian dan pengadaptasian nilai-nilai kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India atau Cina.
Proses modernisasi sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi pusat-pusat modernisasi yang diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah perkotaan sebagai daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi pendorong kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan memadati setiap sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang disebut urbanisasi. Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi salah satu sumber permasalahan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan masyarakat perkotaan. Sampai dengan saat sekarang ini masalah perkotaan ini masih menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.

BAB  III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan maka kesimpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah :
1.     Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
2.     Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap barurutan : (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi.
3.     Perubahan sosial selalu menimbulkan perubahan dalam masyarakat, salah satunya adalah globalisasi yang menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negative dari sisi positif misalnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dinikmati seluruh kelompok sosial masyarakat.

B.    Saran
Perubahan sosial dalam masyarakat tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu, olehnya itu kita sebagai bagian dari kelompok sosial harus berusaha mengendalikan perubahan itu ke arah yang positif agar budaya yang terbentuk dari perubahan sosial dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia yang makmur dan damai.

DAFTAR PUSTAKA


Aris Tanudirjo, Daud. 1993. Sejarah Perkembangan Budaya di Dunia dan di Indonesia. Yogyakarta:Widya Utama

Gumgum Gumilar, 2001. Teori Perubahan Sosial. Unikom. Yogyakarta.

Soekmono, R.tt. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta:Kanisius

Suyanto, 2002. Merefleksikan Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Kompas, 17 Desember 2002, hal. 5.

http://jibis.pnri.go.id/informasi-rujukan/indeks-makalah/thn/2007/bln/03/tgl/29/id/1002

http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial_budaya

DAFTAR ISI

Halaman
KAKAT PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI  ........................................................................................................... ii
BAB I        PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang ................................................................................. 1
B.    Rumusan Masalah............................................................................. 2
C.    Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II       PEMBAHASAN
A.   Proses Perubahan Sosial ................................................................... 4
B.    Penyebab Perubahan Sosial .............................................................. 5
C.    Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial ..................... 6
D.   Dampak Perubahan Sosial  ............................................................... 7
BAB III     PENUTUP
A.   Kesimpulan ....................................................................................... 11
B.    Saran ................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang proses perubahan sosial, penyebab perubahan sosil dan dampak yang ditimbulkan dari perubahan sosial.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Kendari,    November 2008



Penulis










 
 (4)makalah keneh...sugan III

PERUBAHAN SOSIAL
(TEORI DAN ANALISA TERHADAP PRAKTIK PERUBAHAN YANG DILAKUKAN
NABI MUHAMMAD TERHADAP MASYARAKAT ARAB)
Oleh : Dede Sarman


BAB I : PENDAHULUAN
Tak terbantahkan lagi, bahwa manusia merupakan makhluk sosial. Ia tidak bisa lepas dari kehidupan sosial. Ketergantungan manusia pada lingkungan sosial tidak bisa dipisahkan dari upaya pemenuhan kebutuhannya. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencermin-kan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.[1] Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia, yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan potensi.[2]
Semua kebutuhan ini mendorong manusia untuk mengadakan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi inilah yang nantinya akan melahirkan, bahasa, budaya, seni, peradaban dan sebagainya. Semakin maju budaya dan peradaban suatu masyarakat, berarti semakin maju pula kualitas manusianya.[3]
Pada dasarnya semua masyarakat itu bersifat dinamis dan secara kuantitas mengalami perubahan. Ada beberapa alasan yang mendasari adanya perubahan sosial, antara lain: pertama, bahwa pada kenyataannya apa nampak merupakan sesuatu yang cacat atau tidak benar; kedua, secara obyektif equally (sederajat-kesetaraan) tidak benar; dan ketiga kajian kedua hal tersebut sangat relevan dan absah untuk menjadi landasan adanya perubahan sosial.[4]
Berdasarkan hal itulah, makalah ini akan menyoroti perubahan sosial itu secara  teoritis dan praktis guna menguji kebenaran suatu teori. Dalam hal ini, praktik yang dikaji adalah perubahan yang dilakukan Nabi Muhammad terhadap masyarakat Arab. Penulis sengaja mengangkat praktik yang dilakukakn Nabi karena sifatnya yang fenomenal, revolusioner, radikal, universal, dan mondial.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS
A.     Definisi Perubahan Sosial
Wilbert Moore mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari stuktur sosial” dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial".[5] William F. Ogburn berpendapat, ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan, baik yang material ataupun yang bukan material. Unsur-unsur material itu berpengaruh besar atas bukan-material. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial ialah perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, dengan timbulnya organisasi buruh dalama masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara buruh dengan majikan, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik.[6] Mac Iver mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan hubungan-hubungan sosial atau perubahan keseimbangan hubungan sosial. Gillin dan Gillin memandang perubahan sosial sebagai penyimpangan cara hidup yang telah diterima, disebabkan baik oleh perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi ataupun karena terjadinya digusi atau penemuan baru dalam masyarakat. Selanjutnya Samuel Koeing mengartikan perubahan sosial sebagai modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, disebabkan oleh perkara-perkara intren atau ekstern.[7]
Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan selanjutnya. “Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuka di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perkelakuan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga sosial ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma.
B. Teori Perubahan Sosial
Ada beberapa teori dalam perubahan sosial, yaitu teori siklik, teori evolusioner, teori non evolusioner, teori fungsional dan teori konflik, serta teori-teori yang banyak digunakan oleh ahli sosiologi dalam melihat perubahan sosial di negara-negara di dunia ketiga.[8]
1.   Teori Siklik
Siklik merupakan sebuah lingkaran yang tidak mempunyai awal dan akhir. Penekanan dari teori siklik ini adalah bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan tidak berakhir melainkan suatu periode yang di dalamnya mengandung kemunduran dan kemajuan, keteraturan dan kekacauan. Artinya proses peralihan masyarakat bukanlah berakhir pada tahap terakhir yang sempurna melainkan berputar kembali pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan berikutnya. Arnold Toynbee melihat bahwa peradaban muncul dari masyarakat primitif melalui suatu proses perlawanan dan respons masyarakat terhadap kondisi yang merugikan mereka. Peradaban meliputi kelahiran, pertumbuhan, kemandegan dan disintegrasi karena pertempuran antara kelompok-kelompok dalam memperebutkan kekuasaan.
2.   Teori Evolusioner
Para ahli teori ini cenderung melihat bahwa perubahan sosial merupakan suatu proses yang linear, artinya semua masyarakat berkembang melalui urutan perkembangan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal sampai tahap akhir. Tatkala tahap akhir telah tercapai maka pada saat itu perubahan secara evolusi-oner telah berakhir. Tokoh dari teori ini antara lain adalah Auguste Comte, seorang sarjana Perancis, yang melihat bahwa masyarakat bergerak dalam tiga tahap perkem-bangan, yaitu: a. Tahap teologis (theological stage), b. Tahap metafisik (methaphysical stage), c. Tahap positif atau ilmiah (positive stage). Tokoh lainnya Emile Durkheim, yang lebih melihat bahwa perubahan sosial terjadi karena masyarakat beralih dari masyara-kat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik.
Herbert Spencer dengan mengacu pada teori evolusi organisme dari Darwin, menerapkan konsep Darwin, yaitu ”yang terkuatlah yang menang (survival of the fittest)”. Teori evolusi organisme memiliki kemiripan dengan evolusi sosial di mana peralihan masyarakat melalui berbagai tahapan yang berawal dari tahap kelompok suku yang cenderung bersifat homogen dan sederhana menuju masyarakat modern yang lebih kompleks. Sedangkan menurut Spencer, orang-orang yang cakap atau terampil sajalah yang dapat memenangkan perjuangan hidup, sedangkan orang-orang yang lemah dan malas akan tersisihkan.
Selain itu, teori evolusi juga beranggapan bahwa fauna dimulai oleh binatang satu sel dua milyar tahun yang lalu, berujung dengan beberapa juta terakhir dengan manusia. Begitulah jagat raya dengan nebula serta bintang-bintangnya berubah. Bumi berubah. Hewan, tanaman, lautan, sungai, daratan, pegunungan, pantai pulau-pulau berubah serba terus.[9]
3.   Teori Non-evolusioner
Teori ini lebih melihat bahwa masyarakat bergerak dari tahap evolusi tetapi proses tersebut dilihat secara multilinear artinya bahwa perubahan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Meskipun ada kesamaan dengan teori yang sebelumnya tetapi tidak semua masyarakat berubah dalam arah dan kecepatan yang sama. Tokoh teori ini antara lain adalah Gerhard Lenski, yang menyatakan bahwa masyarakat bergerak dalam serangkaian bentuk masyarakat seperti berburu, bercocok tanam, bertani dan masyarakat industri berdasarkan bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam mempelajari konsep dari Lensky, maka perlu dipelajari konsep kunci dalam pernyataan Lenski, yaitu adanya continuity, inovation dan extinction. Ketiga elemen tersebut mengarah pada adanya keberagaman dan kemajuan di mana masyarakat menjadi semakin beragam selagi proses differensiasi terjadi dan kemajuan terjadi tidak hanya karena kondisi hidup yang semakin membaik tetapi juga pada perkemba-ngan tekhnologi.
4.   Teori Fungsional
Salah satu tokoh dari teori fungsional ini adalah Talcott Parsons. Ia melihat bahwa masyarakat seperti layaknya organ tubuh manusia, di mana seperti tubuh yang terdiri dari berbagai organ yang saling berhubungan satu sama lain maka masyarakat pun mempunyai lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Parson menggunakan istilah sistem untuk menggambarkan adanya koordinasi yang harmonis antar bagian. Selain itu karena organ tubuh mempunyai fungsinya masing-masing maka seperti itu pula lembaga di masyarakat yang melaksanakan tugasnya masing-masing untuk tetap menjaga stabilitas dalam masyarakat.
Bagaimana hubungan antara teori fungsional dengan perubahan sosial? Perlu dipahami bahwa dalam melihat perubahan sosial, Parsons mengemukakan tentang konsep keseimbangan dinamis-stasioner, di mana bila ada perubahan pada satu bagian tubuh manusia seperti juga pada satu bagian dalam masyarakat maka bagian-bagian yang lain akan mengikuti. Hal tersebut diupayakan agar tetap tercapai keseimbangan sehingga akan mengurangi ketegangan yang dapat muncul akibat perubahan tersebut. Hal ini berarti bahwa masyarakat bukanlah bersifat statis tetapi dinamis karena selalu mengalami perubahan yang diikuti oleh perubahan pada lembaga lain yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan yang baru.
5.   Teori Konflik
Menurut teori ini konflik akan muncul ketika masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar, yaitu yang berkuasa (bourjuis) dan yang dikuasai (proletar). Hasil dari pertentangan antar kelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan memun-culkan masyarakat tanpa kelas, maka pada kondisi tersebut terjadilah apa yang disebut dengan perubahan sosial. Ralf Dahrendorf, sebagai salah satu tokoh dalam teori konflik, menyatakan bahwa jika perkembangan masyarakat, kreativitas dan inovasi muncul terutama dari konflik antar kelompok maupun individu.[10]
C. Sumber-sumber Perubahan Sosial
Suatu teori perubahan yang baik juga disinggung di sini ialah prinsip perubahan imanen (dari dalam) yang dibicarakan oleh Sokorin dalam bukunya Social and Cultural Dynamics. Suatu sistem sosio-budaya semenjak wujudnya tidak henti-hentinya bekerja dan bertindak. Dalam menghadapi lingkungan tertentu sistem itu menimbulkan perubahan, di samping dirinya sendiri juga ikut mengalami perubahan. Karena telah mengalami perubahan, maka dalam menghadapi lingkungan yang sama dengan yang sebelumnya, ia memberikan reaksi yang berbeda dari pada reaksinya yang pertama. Jadi lingkungan tetap sama, tapi sistem itu dan reaksinya berubah. Demikianlah selanjutnya, reaksi yang ketiga terhadap lingkungan yang sama mengalami pula perubahan. Perubahan tidak hanya pada sistem dan reaksinya tapi juga pada lingkungan itu sendiri.[11]
Secara garis besar, ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, yaitu faktor endogenous atau proses internal dan faktor exogenous:[12]
1. Faktor Internal (endogenous)
a. Perubahan kependudukan
Perubahan dalam kependudukan dapat berkaitan dengan perubahan kompo-sisi penduduk, distribusi penduduk termasuk pula perubahan jumlah, yang semua itu dapat berpengaruh pada budaya dan struktur sosial masyarakat. Komposisi penduduk berkaitan dengan pembagian penduduk antara lain berdasarkan usia, jenis kelamin, etnik, jenis pekerjaan, kelas sosial dan variabel lainnya. Pada umumnya komposisi penduduk dijelaskan melalui iramida penduduk yang akan menunjukkan prosentase jumlah penduduk berdasarkan variabel yang akan dijelaskan, misalnya berdasarkan usia atau jenis kelamin. Piramida penduduk yang diidealkan adalah piramida yang berbentuk pohon natal yang sempurna, di mana penduduk yang dalam usia produktif lebih banyak daripada yang belum atau sudah tidak produktif.
b. Penemuan
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar tetapi terjadi dalam jangka waktu yang tidak lama adalah inovasi. Inovasi terbagi atas discovery dan inventions, keduanya bukanlah merupakan suatu tindakan tunggal melainkan transmisi sekumpu-lan elemen. Artinya semakin banyak elemen budaya yang dihasilkan oleh para penemu maka akan semakin besar terjadinya serangkaian discovery dan inventions. Misalnya penemuan tentang kaca akan membuat serangkaian penemuan baru misalnya lensa, perhiasan, botol, bola lampu dan lain-lain. Selanjutnya lensa akan melahirkan lensa kacamata, kaca pembesar, telescope dan lain-lain.
c. Konflik dalam masyarakat
Konflik dan perubahan sosial merupakan suatu proses yang akan terjadi secara alamiah dan terus menerus, tetapi Anda tidak dapat mengartikan bahwa setiap perubahan sosial yang muncul selalu didahului oleh konflik. Konflik atau pertenta-ngan dalam masyarakat dapat mengarah pada perubahan yang dianggap membawa kebaikan atau bahkan membawa suatu malapetaka.
2. Faktor Eksternal (exogenous)
a. Lingkungan
Manusia secara fisik tinggal di lingkungan dengan segala habitat yang ada di dalamnya, sehingga jika kita ingin tetap hidup maka kita harus dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar kita. Tetapi cara adaptasi dengan lingkungan melalui teknologi terkadang bahkan membuat lingkungan itu malah menjadi rusak. Banjir dan gempa bumi merupakan realitas yang menyebabkan manusia harus dapat menyesuaikan diri ataupun melakukan perubahan dalam kehidupan mereka sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada.
b. Perang
Perubahan dapat disebabkan kondisi perang dengan masyarakat atau negara lain atau dengan kata lain konflik dengan kelompok di luar masyarakat merupakan faktor eksternal dari sumber perubahan sosial. Dalam perang yang terjadi adalah adanya kelompok yang menang dan dapat menguasai kelompok lain, sehingga dalam penguasaan itu akan terjadi pemaksaan kebudayaan baru terhadap kelompok yang kalah. Kelompok yang kalah akan membuat suatu perubahan pada diri mereka karena mereka kalah perang.
c. Pengaruh kebudayaan lain
Budaya lain yang diterima oleh suatu masyarakat tanpa melalui suatu pemaksaan disebut dengan demonstration effect, atau dalam ilmu antropologi dikenal dengan istilah akulturasi. Contoh yang jelas di negara kita maupun di negara lain di dunia ini adalah budaya Amerikanisasi yang sudah tersebar di mana-mana. Amerikanisasi yang paling cepat dan mudah diterima oleh masyarakat adalah melalui jaringan makanan cepat saji atau restoran, seperti Kentucky Fried Chicken, Mac Donald atau Pizza Hut. Perubahan apa yang dibawa budaya Amerika tersebut? Yang paling mudah untuk dilihat adalah gaya hidup karena dengan makan di Mac Donald misalnya sudah pasti akan berbeda dengan makan di warung tenda pinggir jalan.[13]
D. Pola-pola Perubahan
Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu pula diketahui ke arah mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Yang jelas, perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama sekali baru, namun mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau. Ada beberapa pola dalam perubahan sosial, antara lain:
1.      Equilibrium, dalam konsep equilibrium yang stabil menyatakan bahwa melalui mekanisme integratif, berbagai macam unsur intern tetap terjaga dalam batas-batas dapat eksis mempertahankan kelangsungan pola-pola struktural yang pokok.
2.      Diferensiasi sosial, yaitu pembedaan anggota masyarakat ke dalam golongan-golongan secara horizontal (tidak memandang perbedaan lapisan). Bentuk differensiasi ini biasanya berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, pekerjaan dan lain sebagainya. Menurut Parsons, proses diferensiasi menimbulkan sekumpulan masalah integrasi baru bagi masyarakat. Ketika subsistem-subsistem berkembang biak, masyarakat berhadapan dengan masalah barudalam mengoordinasi operasi unit-unit yang baru muncul itu.
3.      Konflik, biasanya konflik memiliki kecendrungan untuk saling meniadakan atau melenyapkan. Teori konflik berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme struktural. Menurut Dahrendorf, setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan. Teoritisi konflik melihat berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan.[14]
4.      Mobilitas status, dalam organisasi professional-birokratis berarti posisi yang ditempati seseorang dalam struktur sosial dan profesi.[15] Sistem mobilitas status dinyatakan bekerja sepanjang kepercayaan rakyat mendukung sistem tersebut dan dikuatkan oleh pengalaman aktual. Artinya, sistem ini bekerja jika sebagian besar rakyat memperoleh pekerjaan yang diinginkan sesuai dengan apa yang diperoleh melalui pendidikan mereka.
5.      Revolusi morfologi sosial, yaitu perubahan dalam kadar, kepadatan dan heterogenitas penduduk dan berdampak pada perubahan-perubahan yang terjadi kepada seseorang maupun masyarakat. Revolusi morfologi sosial merupakan hasil dari tiga perkemba-ngan, yang digerakkan oleh dan terkait dengan perkembangan yang keempat. Tiga perkembangan tersebut yaitu, 1. Population explosion (ledakan penduduk); 2. Population implosion (peningkatan konsentrasi); 3. Population diversification; sedangkan perkembang-an keempat adalah akselerasi laju perubahan teknologi dan sosial. Revolusi ini mem-bawa pada konsekuensi-konsekuensi munculnya berbagai masalah fisik, personal, sosial, institusional maupun pemerintahan.
E. Proses Perubahan
Analisis tentang proses perubahan didasarkan atas asumsi adanya interdependen-si antar berbagai bagian dari sistem sasial. Artinya, jika terjadi perubahan di satu sektor, maka akan diikuti kebutuhan sektor lain menyesuaikan diri terhadap perubahan itu. Awal dari proses perubahan biasanya adanya respons terhadap munculnya disorganisasi social, baik disebabkan oleh aspek internal maupun eksternal. Philip Hauser melihat sumber pokok yang kemudian sebagai penyebab utama proses perubahan adalah kontradiksi-kontradiksi dan tuntutan-tuntutan yang demikian kuat antar masyarakat. Kontradiksi dan tuntutan itu tidak karena masalah relasi antar kelas atau ras, melainkan karena beragam-nya lapisan demografi masyarakat.
Perlu untuk dipahami bahwa suatu proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat akan selalu berkaitan dengan faktor pendorong yang dapat mempercepat terjadinya perubahan, serta faktor penghambat yang dapat memperlambat ataupun bahkan menghalangi terjadinya perubahan sosial itu sendiri. Faktor pendorong dan penghambat akan selalu ada dalam setiap masyarakat tanpa terkecuali baik dalam masyarakat yang masih menganut sistem nilai tradisional maupun masyarakat yang sudah modern sekalipun, hanya mungkin bentuknya akan berbeda-beda tergantung pada kondisi masyarakat yang bersangkutan.[16]
F. Bentuk Perubahan Sosial
Apakah suatu perubahan yang terjadi itu mempunyai bentuk? Perlu dipahami bahwa “bentuk” tidaklah mengacu pada sesuatu yang bersifat fisik tetapi lebih mengacu pada proses suatu perubahan itu terjadi. Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, meskipun demikian setiap bentuk perubahan tersebut akan sulit dibedakan dalam batas garis yang jelas karena setiap bentuk perubahan akan saling berkaitan satu sama lain.
1.   Perubahan Lambat dan Cepat
Suatu perubahan yang membutuhkan waktu lama dan diawali ataupun diikuti oleh sejumlah perubahan-perubahan kecil, dapat disebut dengan evolusi atau peruba-han yang lambat. Kondisi tersebut menyebabkan munculnya usaha dari masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru seiring dengan terjadinya perkembangan dimasyarakat secara luas. Sedangkan perubahan yang cepat mengacu pada adanya perubahan sosial yang berkaitan dengan sendi-sendi pokok kehidupan dimasyarakat seperti institusi sosial, perubahan seperti itu disebut dengan revolusi.
Kecepatan perubahan revolusi bersifat relatif karena pada dasarnya revolusi dapat memakan waktu yang lama. Revolusi Industri misalnya tidaklah terjadi dalam waktu yang sebentar tetapi memakan waktu yang lama dimana adanya perubahan pada proses produksi suatu barang dari secara manual sampai berkembang dengan menggunakan mesin, yang selanjutnya menyebabkan ada perubahan antara lain dalam institusi ekonomi dimana biaya produksi yang murah dapat diperoleh dengan menggunakan tenaga kerja wanita dan anak-anak. Jadi, konsep cepat tidaklah mengacu pada waktu melainkan lebih pada unsur pokok dalam masyarakat yang mengalami perubahan seperti institusi keluarga, institusi politik dan lain-lain
2.   Perubahan Kecil dan Besar
Untuk membedakan suatu perubahan itu kecil atau besar akan sangat sukar untuk kita lakukan, karena batas perbedaannya sangatlah relatif. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa perubahan pada unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh yang berarti pada masyarakat dapat dikategorikan pada perubahan yang kecil.[17] Misalnya perubahan pada bahasa dengan munculnya bahasa gaul, tidak membawa pengaruh yang berarti pada masyarakat.
Sedangkan perubahan besar terjadi apabila terdapat perubahan pada institusi di masyarakat, misal dipakainya mesin traktor untuk membajak sawah membawa perubahan yang drastis pada masyarakat pedesaan, antara lain pada pola kerja petani, hubungan petani penggarap dengan pemilik, stratifikasi masyarakat desa dan lain-lain.
BAB III : METODOLOGI
Dalam menganalisa realitas perubahan yang sudah terjadi dan telah dibukukan secara tertulis, dibutuhkan suatu teknik pengumpulan data yang relevan. Karenanya, penulis menggunakan teknik dokumenter, yaitu memanfaatkan sebanyak-banyaknya buku-buku atau literatur yang sudah ada sebelumnya. Diantara kegiatannya adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.[18]
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan menggunakan teori tertentu. Karena datanya bersifat dokumenter, maka metode yang cocok adalah content analysis atau kajian isi, yaitu metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen.[19]
Selain itu, dalam menganalisa strategi dan langkah-langkah yang ditempuh oleh Nabi Muhammad dalam kapasitasnya sebagai pemimpin kaum muslimin dalam mengge-rakkan, mengelola konflik, mengasimilasi berbagai elemen, dan mengevolusi peradaban dan kebudayaan Arab ke arah yang lebih baik dan sempurna, maka penulis juga akan menggunakan pendekatan teori konflik. Konflik dalam suatu hubungan bisa terjadi akibat dari adanya komunikasi yang tidak baik antar individu, tidak adanya kerja sama yang baik dari suatu hubungan, serta adanya pengambilan keputusan yang tidak mencapai mufakat antar individu.[20] Penggunaan teori ini dirasa perlu mengingat kebiasaan kabilah-kabilah Arab yang suka berperang antara satu dengan lainnya untuk merebut supremasi.

BAB IV : HASIL DAN ANALISIS
A.     Penyajian Data
Sebelum kedatangan agama Islam, Semenanjung Arab di masa itu merupakan suatu kawasan yang jauh dan terpencil dari peradaban dunia. Dari segi geopolitik, ia adalah wilayah jajahan yang sering menjadi rebutan dua negara adidaya, yaitu Parsi dan Romawi. Penduduknya lebih sengsara lagi, mereka sering dijadikan budak oleh penguasa yang menjajahnya.
Dari segi kepercayaan, mayoritas mereka adalah penganut paganisme, yaitu menyembah berbagai macam benda yang dianggap memiliki kekuatan magis, seperti matahari, bintang, bulan, gunung, dan sebagainya. Namun demikian, masih ada juga yang tetap menganut agama samawi seperti Nasrani dan Yahudi.
Moral meraka pun bobrok dan nyaris seperti binatang. Adalah suatu hal yang lumrah jika kebanyakan mereka suka membunuh anak perempuan, berjudi, minum-minuan keras, memerkosa, merampok, berperang dengan tujuan mempertahankan kehormatan.[21] Singkat cerita, Arab pra Islam adalah bangsa yang terbelakang, tidak pernah bersatu, suka berperang antar suku (kabilah) untuk merebut supremasi, bermoral rendah, diliputi takhayul dan sesat. Wajar jika mereka disebut jahiliyah.
Setelah Nabi Muhammad SAW menerima risalah kenabian pada usia 40 tahun, mulailah beliau mendakwahkan ajaran Islam di tengah-tengah ketersesatan masyarakat mekah. Pengikut Nabi semakin bertambah jumlahnya 3-4 tahun masa dakwah Nabi tercatat 40 orang yang beriman.[22] Dahwah Nabi dikenal dengan dakwah secara sembunyi-sembunyi seperti yang digambarkan  dalam al-Qur'an surah Al-Mudassir ayat 1-7. Setelah dakwah secara samar dirasa cukup dan atas perintah Allah, Nabi melakukan dakwah terang-terangan seperti yang digambarkan oleh al-Qur'an: “Maka sampaikanlah dakwah secara terang-terangan segala apa yang telah diperintahkan kepadamu dan berpalinglah  dari orang-orang musrik”.[23]
Dakwah Nabi Muhammad secara terang-terangan mendapatkan reaksi keras dari orang-orang Quraisy Mekah. Penolakan ini tidak serta-merta karena tidak mengakui kebenaran agama baru yang dibawa Nabi, yaitu ajaran tauhid Islam, tetapi justru di karenakan agama Islam itu menghendaki perombakan sosial dan politik yang mengancam sebagian pemuka orang-orang Quraisy.[24] Hal ini dikuatkan dengan kenyatan di waktau itu. Para lawan-lawan Nabi yang menolak dengan keras telah mengambil bentuk manuver-manuver pribadi dan keluarga serta oposisi-oposisi kesukuan untuk menulak ajaran Nabi seperti yang dilakukan oleh Abu Lahab dan Abu Jahl [25], akan tetapi semua kompromi yang ditawarkan oleh lawan-lawan Nabi ditolaknya.
Beberapa tahun Nabi hampir bisa dikatakan leluasa menyebarkan agama Islam di bawah perlindungan pamannya (Abu Thalib) sampai akhirnya tiba masa /tahun duka cita secara khusus pada nabi dan secara umum pada ummat Islam. Nabi berduka karena pada tahun itu orang-orang dekat Nabi, Abu Thalib dan istri Nabi, Khadijah wafat. Bagi Nabi dan bagi ummat Islam kejadian ini merupakan petaka baru karena paman nabi wafat, lawan-lawan ummat Islam lebih leluasa melakukan penulakan atas ajaran Nabi, sehingga setelah tahun duka cita itu ummat Islam diteror, disiksa dan dibaikot perekonomeannya, sebagai bukti, dakwah Nabi harus berpindah-pindah dari tempat yang agak terpencil ke tempat terpencil lainnya; pengikut Islam dari kalangan budak mendapat siksaan fisik; para saudagar yang mengimani ajaran Nabi dibaikot,[26] seperti yang dialami oleh Abu Bakar misalnya, berkurang dari 400 ribu menjadi 5 ribu dirham.[27]
Keadaan ummat Islam pasca meninggalnya Abu Thalib semakian hari semakin tidak menguntungkan bagi ummat Islam untuk menyabarkan agama Islam dan tetap bertahan di kota mekah, disaat Abu Thalib masih hidup, Nabi menyarankan kepada pengikutnya untuk mengungsi ke negri tetangga, Abessinia, pada bulan keujuh dari bulan kenabian, 11 laki-laki termasuk Utsman dan empat wanita hijrah ke Abyssinia. Dua bulan kemudian dilakukan hijrah kedua yang terdiri dari 101 mukmin diantaranya 18 terdapat wanita, hikmah yang dapat diambil dari hijrah ini adalah timbulnya kesadaran dalam hati orang-orang mukmin yang tinggal di Mekah tentang adanya negeri-negeri tetangga sebagai tempat pengungsian yang aman,[28] meskipun disisi lain, hijrah ini telah menimbul-kan petaka baru yang lebih dahsat yaitu meningkatnya siksaan kepada kaum mu’min. terlebih setelah Abu Thalib meninggal.
Bermula dari pertemuan dan rasa tertariknya Nabi kepada enam orang yang berkumpul pada saat Bulan Haji yang dilihat sebagai orang asing dari Yatsrib, pada waktu itu pula Nabi menyampaikan seruan kepada mereka untuk mengimani dan mendengar-kan serua-seruan Tuhan, dan Nabi menanyakan kepada mereka, apakah mereka akan menerima dan melindungi Nabi seandainya Nabi mengungsi ke negeri mereka? Keenam pemuda tersebut mengimani ajaran Nabi dan berbai'at kepada Nabi.[29] Dari perkenalan tersebut yang menjadi cikal-bakal hijrahnya Nabi ke Yastrib dan belakangan kota ini disebut dengan Madinatun Nabi (Madinah).
Nabi Muhammad tiba di Yatsrib disambut dengan hangat oleh masyarakat Yastrib. Mereka lalu mengubah nama negara ini menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi)[30], dalam rangka menyambut kedatangan Nabi. Ketika Nabi dan kaum muslimin (muhajirin) menetap di Madinah, beliau melakukan asimilasi antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar melalui perkawinan dan sebagainya. Tujuannya adalah agar kedua golongan itu dapat menyatu secara emosional di bawah bimbingan Nabi.
Program awal yang dilakukan oleh Nabi setiba di Madinah adalah merencanakan membangun masjid, Nabi bersama dengan masyarakat Madinah bekerja bhakti untuk mendirikannya dan masjid inilah yang pertama dalam sejarah Islam[31]. Selanjutnya beliau mulai menata kehidupan kaum muslimin dalam berbagai bidang, antara lain:
1.      Bidang Politik
Pada saat Nabi tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi dalam berbagai golongan sebagaimana akan diterangkan berikut ini :
Kelompok Muhajirin, pengikut Nabi yakni orang-orang mukmin yang meninggalkan tanah kelahiran mereka dan terut berhijrah ke Madinah. Kesetian kaum Muhajirin terhadap perjuangan Nabi sangat besar. Mereka bersedia berhijrah dengan meninggalkan sahabat-sahabat dekat dan sanak keluarga dan mereka tabah menghadapi penderitaan dan cobaan dalam perjuangan di jalan Allah.
Kelompok Anshar, pengikut Nabi yang menjadi penduduk asli negeri Madinah yang sedikit banyak telah memberikan pertolongan kepada Nabi, dengan ramah hati mereka menyambut kehadiran Nabi di tengah-tengah mereka, dan sesuai dengan Perjanjian 'Aqobah mereka bersedia membantu Nabi dalam kondisi bagaimana pun juga, kaum Anshar turut aktif dalam segala program Nabi bahkan mereka bersedia mengorbankan harta kekayaan untuk kepentingan perjuangan Islam. Mereka tidak hanyak memberikan perlindungan tempat tinggal, tetapi memberikan perlindungan kesejahteraan hidup. Ikatan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar semakin bertambah erat ketika Nabi menetapkan bahwa antara kedua kelompok ini saling mewarisi harta kekayaan. Masyarakat Madinah penyembah Berhala turut menyambut kedatangan Nabi. Baik yang beriman maupun yang tidak beriman, semuanya bersedia melindungi dan membela Nabi Muhammad. Tetapi setelah Islam semakin berkembang pesat, kelompok non muslim Madinah mulai cemas dengan kedudukan Nabi. Penganut agama Yahudi di Madinah mempunyai pendirian dan sikap yang berbeda-beda. Mereka bersama dengan masyarakat Madinah turut menyambut kehadiran Nabi, pada mulanya Nabi mengakui keberadaan agama mereka bahkan Nabi menggolongkan mereka sebagai Ahlul-kitab. Sebagai setrategi untuk menjalin persahabatan Nabi bahkan melestarikan sebagian kebiasaan dan praktek keagamaan mereka. Sementara sebagian penganut Yahudi senantiasa berusaha menggeser kepemimpinan Nabi tetapi ketika terbukti bahwa mereka tidak berhasil menggesernya, perlahan-lahan mereka mengurangi dukungan-nya terhadap Nabi bahkan mereka berusaha menjalin kerjasama dengan Quraisy Mekkah untuk memusihi Nabi.[32]
Semenjak datang ke Madinah Nabi mencurahkan perhatiannya untuk mengendalikan suasana politik masyarakat Madinah, khususnya mendamaikan suku Auz dan Khazraj yang telibat pertikaian panjang dimana dari kedua auku ini saling menguasai dan mengalahkan, sampai pada akhirnya kedua suku ini dapat didamaikan oleh Nabi sehingga kedua suku yang berpengaruh di Madinah ini masuk Islam.[33] Kebijakan politik yang juga ditempuh Nabi adalah upaya menghapus jurang pemisah antar suku-suku dan berusaha menyatukan penduduk Madinah sebagai suatu kesatuan masyarakat Anshar, pada sisi lainnya Nabi berusaha mempererat hubungan antara masyarakat Anshar dan Muhajirin, dalam hal ini kebijakan yang ditempuh Nabi bersandar pada prinsip saling hidup dan menghidupi, meningkatkan kehidupan yang rukun dan harmunis.
2.      Bidang Pemerintahan
Kekuasaan tertinggi pemerintahan Islam bersandar pada kekuasan Allah yang senantiasa menurunkan wahyu al-Qur’an kepada Nabi Mahammad. Sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur’an berlaku bagi seluruh umat Islam, termasuk bagi nabi sendiri yang menjabat sebagai penguasa negeri Islam dalam urusan-urusan yang tidak ditetapkan oleh al-Qur’an maka keputusannya berada ditangan Nabi dalam urusan tersebut kedudukan Muhammad adalah sebagai kepala pemerintahan. Jadi Nabi menjabat peran atau fungsi ganda yaitu: sebagai fungsi kenabian dan fungsi kepemerintahan. Sekalipun Nabi menjabat sebagai otoritas tertinggi, namun beliau sering mengajak musyawarah para sahabat untuk memutuskan masalah-masalah penting.
Langkah kebijakan yang pertama kali ditempuh Nabi setiba di Madinah adalah menbangun masjid, yang kemudian dikenal sebagai masjid Nabawi, yang merupakan pusat pemerintahan Islam. Selain tempat ibadah masjid tersebut juga berfungsi untuk kantor pemerintah pusat dan sebagai kantor peradilan. Beliau memimpin sholat jemaah dan menyelenggarakan seluruh kegiatan kenegaraan di dalam masjid ini. Di dalam masjid ini pula Nabi melakukan kegiatan administrasi juga urusan surat menyurat dan pendelegasian misi dakwah kebeberapa penguasa dan suku-suku di sekitar Semenanjung Arabia. Pendek kata mesjid ini merupakan sekretariat pusat Nabi.
Berangkat dari dua fungsi yang diperankan oleh Nabi tersebut, maka Nabi selain kedudukannya sebagai Rasul (pemimpin agama) dan sekaligus menjadi Kepala Negara. Secara garis besar, Nabi adalah pertama kali yang meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.[34]
3.      Bidang Kemiliteran
Nabi adalah pemimpin tertinggi tentara muslim. Beliau turut terjun dalam 26 atau 27 peperangan dan ekspedisi militer. Bahkan Nabi sendiri yang memimpin beberapa perang yang besar misalnya Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Hunayn, dan dalam penaklukan kota Mekkah. Adapun peperangan dan ekspedisi yang lebih kecil pimpinan diserahkan kepada para komandan yang ditunjuk oleh Nabi pada saat itu belum dikenal peraturan kemiliteran. Setiap ada keperluan pengerahan kekuatan meliter dalam menghadapi suatu peperangan atau ekspedisi, maka Nabi mengumpulkan tokoh-tokoh untuk memusyawarahkan perihal tersebut. Pada masa-masa awal pasukan muslim yang dapat dihimpun Nabi tidak seberapa jumlahnya, tetapi pada akhir masa pemerintahan nabi terbimpunm meliter yang sangat besar.pada perang badar Militer muslim hanya terdiri 313 pejuang, tetapi pada ekspedisi akhir masa Nabi, yakni ekspedisi ketabuk, armada muslim lebih dari 30.000 pasukan. Mereka adalah para pejuang yang disiplin tinggi selain itu mereka memiliki muralitas yang tinggi pula mereka dilarang melanggar disiplin perjuangan Islam. Jika melanggarnya, atas mereka hukuman yang sangat berat.[35]
4.      Bidang Pendidikan
Sekalipun tidak mengenyam pendidikan, Nabi sangat gigih menganjurkan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan. Beliau selalu mendorong masyarakat muslim untuk belajar. Betapa sikap Nabi dalam mendorong kegiatan pendidikan terlihat dalam satu sabdanya: bahwasanya tinta seorang alim lebih suci dari pada darahnya para sahid. Setelah hijrah kemadinah nabi mengambil prakarsa mendirikan lembaga pendidikan. Pasukan yang tertawan dalam Perang Badar dibebaskan dengan sarat mereka masing-masing mengajarkan baca tulis kepada sepuluh anak-anak muslim. Semenjak saat itu kegiatan baca tulis dan kegiatan pendidikan lainnya berkembanga dengan pesat dikalangan masyarakat Madinah. Selanjutnya Madinah menjadi pusat pemerintahan Islam tetapi sekaligus menjadi pusat pendidikan Islam. Pada saat itu di Madinah terdapat 9 lembaga pendidikan yang mengambil tempat di masjid-masjid. Di tempat inilah Nabi menyampaikan pelajaran dan berdiskusi dengan murid-muridnya, para wanita belajar bersama dengan laki-laki, bahkan Nabi memerintahkan agar para tuan mendidik budaknya lalu mereka hendaknya memerdekakannya. Pada tiap-tiap kota diselenggarakan semacam pendidikan tingkat dasar sebagai media pendidikan anak-anak. Ketika Islam telah tersebar ke seluruh penjuru Jazirah Arabia, Nabi mengatur pengiriman muallim atau guru agama untuk ditugaskan mengajarkan al-Qur’an kepada suku-suku terpencil.[36]
Dengan pembenahan di segala bidang, secara perlahan kaum muslimin khususnya, dan masyarakat Arab umumnya tumbuh dan berkembang mnenjadi suatu peradaban baru yang unggul. Karena prestasinya ini, kekuatan kaum muslimin mulai dikhawatirkan oleh banyak pihak. Dengan landasan tauhid dan akhlak, Nabi telah berhasil membimbing masyarakat Arab ke arah yang tinggin budaya dan peradabannya.
B.     Analisis
Perubahan masyarakat yang berlangsung dalam abad pertama Islam tiada tara bandingannya dalam sejarah dunia. Kesuksesan Nabi Besar Muhammad SAW. dalam merombak masyarakat jahiliyah Arab, membentuk dan membinanya menjadi suatu masyarakat Islam, masyarakat persaudaraan, masyarakat demokratis, masyarakat dinamis dan progresif, masyarakat terpelajar, masyarakat berdisiplin, masyarakat industri, masyarakat sederhana, masyarakat sejahtera adalah tuntunan yang sangat sempurna dan wahyu ilahi. Allah berfirman, “Kitab ini tidak ada keraguan atasnya bagi orang-orang yang bertakwa” (Q.S. al-Baqarah : 2).
Nabi Muhammad adalah Nabi yang paling sukses diantara para pemimpin agama, mendapat pengakuan dunia. Ajaran Islam yang dibawanya berhasil dan kuasa membasmi kejahatan yang sudah berurat berakar, penyembahan berhala, minuman keras, pembunuhan dan saling bermusuhan sampai tidak berbekas sama sekali, dan Muhammad berhasil membina di atasnya suatu bangsa yang berhasil menyalakan ilmu pengetahuan yang terkemuka, bahkan menjadi sumber kebangunan Eropa.
Proses perubahan masyarakat yang digerakkan oleh Muhammad adalah proses evolusi. Proses itu berlangsung dengan mekanisme interaksi dan komunikasi sosial, dengan imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Strategi perubahan kebudayaan yang dicanangkannya adalah strategi yang sesuai dengan fitrah, naluri, bakat, azas atau tabiat-tabiat universal kemanusiaan. Strategi yang ditempuhnya mampu mewujudkan perdamaian, mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera, persaudaraan, dan ciri-ciri masyarakat Islam yang dibicarakan di atas tadi.
Walaupun demikian Muhammad harus mempersiapkan bala tentara untuk mempertahankan diri dan untuk mengembangkan dakwahnya, adalah karena tantangan yang diterima dari kaum Quraish dan penantang-penantang jahiliyah lainnya untuk menghapuskan eksistensi Muhammad dan pengikutnya. Justru karena tantangan itu, kaum muslimin kemudian tumbuh dengan cepat dan mengembangkan masyarakat dan kebudayaan dengan sempurna.
Dalam situasi yang demikian, kita perlu merenungkan mengapa Muhammad SAW, junjungan kita, panutan kita, mampu membuat perubahan suatu masyarakat bodoh, terkebelakang, kejam, menjadi suatu masyarakat sejahtera, terpelajar, dinamis dan pogresif dalam waktu yang begitu singkat. Perubahannya bersifat universal, struktural, massif, dan dalam waktu yang relatif singkat. Hal itu tentunya tidak lepas dari sifat dan kepemimpinan Nabi. Kepemimpinan memang tidak bisa dilepaskan dari pembahasan mengenai pemimpin itu sendiri. Karena, kepemimpinan bisa dipelajari dari apa yang dilakukan oleh pemimpin.[37] Kepemimpinan itu sendiri merupakan suatu hubungan interperonal yang memiliki pengaruh  dari seseorang terhadap orang lain meliputi adanya suatu proses  komunikasi efektif yang berguna untuk mencapai tujuan dari suatu kelompok.[38]
Dari semua itu, suatu konklusi patut diketengahkan: Nabi Muhammad telah berhasil melakukan perubahan yang sangat fundamental terhadap masyarakat Arab secara mental, emosional, moral, dan merubah masyarakat yang jahiliyah menjadi masyarakat yang berperadaban tinggi dan agung di segala bidang dalam waktu singkat.
BAB V : PENUTUP
Agama Islam mampu, bahkan justeru berfungsi, untuk mengawal dan mengarah-kan perubahan-perubahan sosio-budaya, baik perubahan lembaga dan norma-normanya ataupun konsepsi-konsepsi. Karena ia (berbeda dengan agama Nasrani yang hanya mengatur urusan agama) memberikan prinsip dan asas kebudayaan dan menentukan arah perubahan masyarakat. Prinsip, asas dan arah itu bersifat serba tetap. Kembali kita kepada teori Islam. Agama yang serba tetap menggariskan pegangan hidup, menentukan prinsip dan asas yang serbatatap sosio-budaya dan menunjukkan tujuan kehidupan. Pelaksanaan sosio-budaya boleh berubah serba-terus yang dilaksanakan oleh akal, tapi tetap dalam pola yang digariskan oleh agama. Maka perubahan-perubahan itu tidak menimbulkan krisis. Pengalaman yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad di Madinah dalam mengasimilasi, mengintegrasi, memobilisasi, dan membentuk peradaban baru yang agung bisa dijadikan sebagai bukti sekaligus pelajaran, bahwa Islam mampu menginisiasi, mengonsep, dan mengimplementasikan perubahan secara baik dan rapi.
Agar agama Islam kembali berperanan dalam perubahan-perubahan sosio-budaya umat Islam, konsepsi Islam yang lengkap dan utuh perlu diamankan, yaitu perpaduan agama Islam dengan kebudayaan Islam. Asas dan prinsip kebudayaan dikembalikan kepada agama untuk menentukannya, sehingga norma-norma sosial dikawal dan diarahkan oleh dan berlandaskan spirit keagamaan. Walla>hu a'lam bi al-s{awa>b.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, K. 2003. Sejarah Islam; Tarikh Pramodren, Jakarta: Srigunting, Cet. Ke-IV.
Al-Buthi, Muhammad Sa'id Ramadan. (t.th). Fiqh Sirah 1, terj. Mohd. Darus Sanawi, 1983. Malaysia: Pustaka Fajar.
Armstrong, Karen. 2001. Muhammad Sang Nabi, Sebuah Biografi Kritis, Jakarta: Risalah Gusti, Cet. IV.
________ 2002. Islam; Sejarah Singkat. Jakarta: Jendela, Cet. I.
Buna’i. 2008. Penelitian Kualitatif, Pamekasan: Perpustakaan STAIN Pamekasan Press.
Cohen, Percy S. 1968. Modern Social Theory, London: Heinemann Educational Books.
Departemen Agama RI. 2002. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Direktorat Jendral Depag.
Gazalba, Sidi. 1974. Antropologi Budaya Gaya Baru II, Jakarta: Bulan Bintang.
Glasse, Cyril. 2002. Ensiklopedi Islam Ringkas, Jakarta: Rajawali Pers, Cet. III.
Hudgson, Marshall G. S. The Venture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia, Jakarta: Paramadina, Cet. II.
Kirchler, Erich, dkk. 2001. Conflict and Decision-Making in Close Relationships: Love, Money, and Daily Routines. UK: Psychology Press Ltd.
Landis, Judson R. 1986. Sociology, Concepts and Characteristic, California: Wadsworth Publishing Company.
Lings, Martin. 2002. Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Jakarta: Serambi, Cet. I.
Maore, Wilbert E. 1967. Order and Change; Essay in Comparative Sosiology, New York: John Wiley & Sons.
Maslow, Abraham H. 1945. Motivation and Personality, New York: Harper.
Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitan Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Montagu, Ashley. 1961. Man: His First Million Years, New York: Mentor.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori sosiologi modern, Jakarta: Kencana.
Russel, Ruth V. 2006. Leadership in Recreation (3rd ed.). Singapore: McGraw-Hill Inc.
Soekanto, Soerjono. 1974. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
Sarokin, Pitrim A. 1957. Social and Cultural Dynamies, Boston: Sargent.
Susiasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu; Suatu Pengantar Populer, Jakarta: Pancaranintan Indahgraha.
Syalabi, Ahmad. 1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. AL Husna Zikra, Cet. IX.
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Rajawali Pers, Cet XV.


[1] Ashley Montagu, Man: His First Million Years, (New York: Mentor, 1961), h. 85.
[2] Abraham H. Maslow, Motivation and Personality, (New York: Harper, 1945).
[3] Jujun S. Susiasumantri, Filsafat Ilmu; Suatu Pengantar Populer, (Jakarta: Pancaranintan Indahgraha, 2007), h. 287.
[4] Percy S. Cohen, Modern Social Theory, (London: Heinemann Educational Books, 1968), h. 204.
[5] Wilbert E. Maore, Order and Change, Essay in Comparative Sosiology, (New York: John Wiley & Sons, 1967), h. 3.
[6] Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), h. 217
[7] Ibid, h. 218
[8] Judson R Landis, Sociology, Concepts and Characteristic, (California: Wadsworth Publishing Company, 1986), h. 321.
[9] Sidi Gazalba, Antropologi Budaya Gaya Baru II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 121.
[10] Ibid., h. 153.
[11] Pitrim A. Sarokin, Social and Cultural Dynamies, (Boston: Sargent, 1957), h. 415
[12] Percy S. Cohen, Modern Social Theory, h. 178.
[13] Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, h. 325.
[14] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori sosiologi modern, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 153.
[15] Profesi menggambarkan tentang jenis pekerjaan dan job diskripsi yang berbeda-beda, baik uraian tugas maupun rangking status.
[16] Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, h. 326-330.
[17] Ibid , h. 330.
[18] Buna’i, Penelitian Kualitatif, (Pamekasan: Perpustakaan STAIN Pamekasan Press, 2008), h. 98.
[19] Lexy J. Moleong, Metode Penelitan Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h.163.
[20] Erich Kirchler, dkk, Conflict and Decision-Making in Close Relationships: Love, Money, and Daily Routines. (UK: Psychology Press Ltd, 2001)
[21] Muhammad Sa'id Ramadan al-Buthi, Fiqh Sirah 1, terj. Mohd. Darus Sanawi, (Malaysia: Pustaka Fajar, 1983), h. 12.
[22] Prof. K. Ali, Sejarah Islam; Tarikh Pramodren, (Jakarta: Srigunting, 2003), Cet. Ke-IV, h. 45-46.
[23] QS. al-Hijr (15): 94.
[24] Prof. K. Ali, Sejarah Islam…, h. 6.
[25] Marshall G. S. Hudgson, The Venture of Islam; Iman dan Sejarah dalam Peradapan Dunia, (Jakarta: Paramadina, Cet. II.), h. 244-255.
[26] Martin Lings, Muhammad ; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, (Jakarta: Serambi, 2002), Cet. I, h. 143-154.
[27] Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi;  Sebuah Biografi Kritis, (Jakarta: Risalah Gusti, 2001), Cet. IV, h. 182.
[28] Prof. K. Ali, Sejarah Islam…, h. 48.
[29] Ibid, h. 53.
[30] Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), Cet. III, h. 241.
[31] Karen Armstrong, Islam; Sejarah Singkat. (Jakarta: Jendela, 2002), Cet. I, h.18-19.
[32] Prof. K. Ali, Sejarah Islam…, h. 62-63.
[33] Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), Cet XV, h. 25. Lihat juga: Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. AL Husna Zikra, 1997), Cet. IX, h. 119.
[34] Departemen Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Direktorat Jendral Depag, 2002), h. 61-63.
[35] Prof. K. Ali, Sejarah Islam…, h. 128-129.
[36] Prof. K. Ali, Sejarah Islam…, h.  129-130.
[37] Ruth V. Russel, Leadership in Recreation (3rd ed.). (Singapore: McGraw-Hill Inc., 2006)
[38] Ibid.